waroengmedia.com – Pembatalan Ujian Nasional (UN) tahun 2021 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menuai kontroversi yang tak ada habisnya. Ujian negara dahulunya merupakan alat ukur yang digunakan untuk menilai kemampuan akademik peserta didik sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Namun, pemerintah yakin sistem ini memberikan beban yang tidak semestinya kepada siswa dan tidak mencerminkan kemampuan mereka secara keseluruhan. Sebaliknya, sistem penilaian berbasis kompetensi diperkenalkan, yang diharapkan dapat mengurangi tekanan akademis dan mendorong kesetaraan pendidikan.
Sistem baru ini diharapkan memberikan ruang bagi siswa untuk mewujudkan potensinya berdasarkan minat dan bakat pribadinya, tanpa terikat pada hasil ujian. Selain itu, pembatalan ujian masuk perguruan tinggi diharapkan dapat mempersempit kesenjangan antara mahasiswa perkotaan dan pedesaan. Pemerintah mengklaim langkah ini akan menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan lebih sesuai dengan kebutuhan zaman.
Namun kebijakan tersebut bukannya tanpa kritik. Salah satu dampak utama yang muncul adalah berkurangnya pengakuan ijazah SMA Indonesia di tingkat internasional.
Hal tersebut dibagikan oleh influencer bisnis Irwan Prasetiyo melalui akun Instagram miliknya. Ia menjelaskan dalam konten yang diunggah, kini lulusan SMA Indonesia sulit untuk langsung diterima di beberapa universitas di Belanda.
FYI, Irwan Prasetiyo adalah seorang business influencer asal Banyuwangi yang menempuh pendidikan Magister Manajemen Bisnis Internasional di Furtwangen University Jerman. Dia memulai karirnya dengan adidas Jerman pada tahun 2016.
Irwan mengungkapkan, pengakuan akademis lulusan SMA Indonesia setelah tahun 2020 saat ini sedang menurun di Belanda. Dalam unggahannya, ia menjelaskan secara detail bagaimana universitas-universitas Belanda, termasuk University of Twente, kini menolak menerima langsung lulusan SMA asal Indonesia.
“Akibat dihapuskannya ujian nasional Indonesia, universitas-universitas di Belanda kini tidak bersedia lagi menerima langsung lulusan SMA kita,” kata Irwan dalam video yang diunggah di Instagram @irwanprasetiyo pada Senin (23/9).
Foto: Instagram/@irwanprasetiyo
Misalnya, di website University of Twente disebutkan dengan jelas bahwa karena Indonesia tidak lagi memiliki hasil ujian nasional mulai tahun 2020, maka lulusan SMA Indonesia setelah tahun 2020 tidak bisa langsung diterima di sana.” .
Irvan mengatakan, tidak adanya ujian nasional membuat ijazah SMA Indonesia tidak lagi dianggap setara dengan standar pendidikan SMA di Belanda. Oleh karena itu, lulusan Indonesia hanya dapat diterima di perguruan tinggi atau universitas ilmu terapan yang setara dengan politeknik, bukan di universitas ternama.
“Sebab pendidikan SMA kita tidak lagi dianggap setara dengan SMA Belanda,” jelasnya.
Foto: Instagram/@irwanprasetiyo
Tak hanya di Belanda, Irwan juga mengungkapkan hal serupa juga terjadi di Jerman. Persyaratan bagi lulusan SMA Indonesia yang ingin melanjutkan studi di student college Jerman kini semakin ketat.
Persyaratan masuk perguruan tinggi bagi lulusan SMA Indonesia juga ditingkatkan, dari sebelumnya skor minimal 60 poin menjadi skor minimal 85 poin, kata Irwan.
Irwan juga menambahkan bahwa negara-negara lain juga memperhatikan perubahan dalam sistem pendidikan Indonesia, termasuk pembatalan ujian nasional dan seringnya perubahan kurikulum. Mereka berpendapat, kualitas pendidikan di Indonesia justru menurun akibat kebijakan tersebut.
“Jadi jangan dikira luar negeri tidak peduli, kalau kita mau ubah kurikulumnya ya. Malah mereka tahu dan bisa menjelaskan sendiri apakah menurut mereka kualitas pendidikan SMA kita sudah naik atau sudah naik. sebenarnya sudah turun sedikit,” katanya.
Irwan juga mengatakan di akhir unggahannya bahwa dia tidak setuju dengan pembatalan PBB. Ia meyakini Indonesia harus mencontoh model pendidikan negara-negara seperti Tiongkok dan Korea Selatan serta memiliki semangat ketekunan dan dedikasi tinggi dalam belajar. Irvan menegaskan, meniru sistem pendidikan negara maju seperti Finlandia sudah mapan, namun tidak berlaku di Indonesia.
“Sebaiknya kita pakai formula yang dipakai orang China dan Korea. Kalau masih merasa miskin dan bodoh berarti harus belajar dua kali, lima kali, bahkan 10 kali lebih keras dari orang normal,” ujarnya.
Foto: Instagram/@irwanprasetiyo
Unggahan Irwan mendapat banyak komentar dari netizen yang turut mengungkapkan keprihatinannya terhadap masa depan pendidikan di Indonesia. Banyak warganet yang menyebut pembatalan ujian masuk perguruan tinggi berdampak buruk pada taraf pendidikan nasional.
“Menurunkan mutu pendidikan di Indonesia,” tulis @asap_way.
“Setahu saya, penyebab ujian nasional dihapuskan karena kurikulum sebelumnya (tahun 2013) sangat berat sehingga banyak orang yang gagal dalam ujian nasional. Lalu ketika dihapuskan, menimbulkan permasalahan yang Anda sebutkan tadi. Sama Fenomena Ko So menurut saya bukan soal ada tidaknya ujian nasional, tapi “tentang kurikulum pendidikan di Indonesia yang dulu tidak benar”, kata @orizasativapsychologicclinical.
“Ini tanggung jawab yang harus dipikul Menteri Pendidikan,” kritik @tiwiscraft.
“Indonesia tidak boleh dilemahkan. Tidak akan maju. Harus seperti Singapura. Belajar disiplin dan berjuang untuk mendapatkan pendidikan menjadi lebih baik,” tambah @rendywi78.
Penghapusan kebijakan pemeriksaan kekaisaran kini menempatkan banyak pihak dalam dilema. Di satu sisi, tujuan awal kebijakan ini adalah untuk mengurangi beban siswa dan memperbaiki sistem pendidikan.
Namun di sisi lain, pengakuan internasional terhadap ijazah SMA Indonesia kini mulai terasa dampaknya, terutama bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Tantangan masa depan bagi sektor pendidikan Indonesia adalah bagaimana memperbaiki sistem yang ada tanpa mengorbankan kualitas yang diakui di tingkat global.