Kabar duka datang dari Tupperware, pembuat wadah plastik yang telah menjadi ikon rumah tangga selama puluhan tahun. Mereka dikabarkan berencana mengajukan pailit dalam waktu dekat.
Menurut Reuters, Tupperware berencana mengajukan gugatan setelah melanggar persyaratan utangnya. Mereka juga mencari bantuan dari penasihat hukum dan keuangan untuk menyelesaikan masalah ini.
Banyak fakta yang terungkap mengenai penyebab kegagalan bisnis Tupperware. Didirikan 78 tahun lalu oleh ahli kimia Earl Tupper, perusahaan ini menghadapi masalah kelangsungan bisnis yang serius. Harga saham perusahaan tersebut telah anjlok sejak tahun lalu, dengan nilai pasarnya turun 95 persen selama tiga tahun terakhir.
Sejarah panjang Tupperware dimulai pada tahun 1946 ketika Earl Tupper memperkenalkan produk plastiknya kepada masyarakat. Inovasi perubahan iklim telah menjadi simbol produk Tupperware dan mulai dikenal di Amerika.
Namun, Tupperware menghadapi kemungkinan gulung tikar setelah hampir 80 tahun menjalankan bisnisnya, hal ini mengejutkan banyak orang.
Berikut beberapa alasan utama mengapa Tupperware mengalami masalah serius: 1. Menurunnya penjualan dan permintaan.
Penjualan Tupperware menurun dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Fortune, penjualan Tupperware pada tahun 2022 akan turun 18% dari tahun 2021 menjadi sekitar $1,3 miliar. Penurunan permintaan ini terjadi setelah periode singkat selama pandemi COVID-19.
Analis ritel Neil Saunders mengatakan: “Setelah wabah Tupperware, penjualan dan pelanggan menurun dan mereka kehilangan kontak dengan konsumen. Man.” 2. Biaya
Tupperware masih memiliki banyak utang, dengan utang lebih dari $700 juta (sekitar Rs 10,85 triliun). Usulan kebangkrutan ini menyusul negosiasi manajemen utang yang panjang antara Tupperware dan kreditornya.
Laurie Anne Goldman, CEO Tupperware, mengatakan: “Kondisi makroekonomi yang sulit selama beberapa tahun terakhir berdampak signifikan pada posisi keuangan perusahaan.” 3. Persaingan pasar dan inovasi
Tupperware tidak mampu beradaptasi dengan perubahan pasar dan persaingan semakin ketat. Menurut Observer, perusahaan tersebut telah berjuang untuk menandingi pesaing box office lainnya yang lebih inovatif ketika mempromosikan produknya kepada pengguna yang lebih muda di TikTok dan Instagram. Sementara itu, model bisnis Tupperware didasarkan pada pemasaran berjenjang atau MLM (multi level marketing).
Neil Saunders menambahkan, “Perusahaan ini telah kehilangan keunggulannya ketika memiliki konsep inovatif seperti peralatan dapur pintar.” 4. Pengelolaan dan pelaporan keuangan
Tupperware mempunyai masalah manajemen keuangan dan periklanan. Dalam pengajuannya ke Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), Tupperware mengakui bahwa mereka gagal melaporkan hasil keuangan kuartalannya sesuai tenggat waktu. Perusahaan juga mengumumkan tidak dapat menyelesaikan dan menerbitkan laporannya pada tahun 2023.
“Bank of America mengalami penurunan yang signifikan, termasuk pemberhentian kepala keuangannya baru-baru ini, yang mengakibatkan kekurangan sumber daya dan kekurangan keterampilan,” kata Tupperware. Sejarah Tupperware
Merek Tupperware yang kini menghadapi kebangkrutan memiliki sejarah panjang sejak tahun 1946. Ahli kimia dan penemu Amerika Earl Silas Tupper mendirikan perusahaan visioner di industri pengemasan makanan.
Tupper menggunakan pengetahuannya tentang plastik untuk menciptakan wadah baru yang ramah lingkungan. Inspirasi Tupperware berasal dari wadah minuman ringan yang dapat ditutup kembali. Dia mengembangkan ide ini dan menciptakan wadah plastik dengan tutup tekan “isi”, menciptakan ruang hampa yang dapat mengawetkan makanan lebih lama.
Produk pertama yang sukses adalah Wonderlier Bowl yang diluncurkan pada tahun 1946. Meskipun produk Tupperware inovatif, penjualan pada awalnya gagal memenuhi ekspektasi. Brownie bergabung dengan Wise Company pada akhir tahun 1950-an, dan terjadi perubahan signifikan.
Wise memperkenalkan konsep “Tupperware Party” sebagai promosi penjualan langsung. Para ibu rumah tangga diundang untuk mendesain produk, mengadakan pesta di rumah, serta memajang dan menjual produk Tupperware. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan penjualan, tetapi juga menyediakan lapangan kerja dan dukungan keuangan bagi banyak perempuan pasca-Perang Dunia II. Awal kesuksesannya
Keberhasilan Partai Tupperware membawa pertumbuhan pesat bagi perusahaan. Pada tahun 1958, Tupperware membuka kantor internasional pertamanya di Eropa. Perusahaan ini berkembang secara internasional, dan pada tahun 1960an, Tupperware menjadi populer di banyak negara. Inovasi produk berlanjut dengan diperkenalkannya banyak produk baru seperti kotak microwave dan peralatan dapur lainnya.
Tahun 1990-an dan 2000-an membawa tantangan baru bagi Tupperware. Perubahan gaya hidup, munculnya pesaing baru dan perubahan preferensi konsumen mulai mempengaruhi penjualan. Namun perusahaan terus berinovasi, memperkenalkan produk baru dan berekspansi ke pasar baru seperti China dan India.
Namun tantangan terbesar datang dari era digital. Model bisnis tradisional Tupperware yang berbasis pada penjualan langsung dan “sampingan” mulai kehilangan relevansinya dengan munculnya e-commerce dan media sosial.
Meski perusahaan berusaha berinovasi dengan memperkenalkan strategi penjualan online dan pemasaran digital, kerugian bisnis Tupperware menjadi ancaman nyata berupa menurunnya penjualan dan bertambahnya utang. Kini, setelah lebih dari 75 tahun berbisnis, Tupperware menghadapi masa depan yang tidak pasti, menandai berakhirnya simbol penting dalam sejarah peralatan rumah tangga Amerika.